Intelegensi Buatan dan Komputasi Kuantum

Bagaimana komputasi kuantum dan kecerdasan buatan saling bertemu ?

Intelegensi buatan tampaknya tidak akan berhenti dalam beberapa tahun belakangan ini. Selain merupakan buzzword yang populer, dampak penggunaan kecerdasan buatan sudah sangat terlihat jelas; berbagai disrupsi ekonomi yang terjadi tidak lepas dari campur tangan kecerdasan buatan (misalkan transportasi online). Berkaitan dengan data, diperkirakan 2.5 quintillion byte data diproduksi tiap hari; jumlah yang sangat besar, apalagi mengingat bahwa jumlah data yang diproduksi per harinya masih diramalkan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan.

Dengan data yang demikian, dengan teknologi yang dimiliki manusia saat ini, akan ada beberapa tantangan yang tampaknya tidak akan dapat dilewati oleh komputer klasik (atau dilewati manusia hanya dengan menggunakan komputer klasik) . Menurut Gordon Moore , salah satu co-founder dari Intel, jumlah transistor dalam sebuah chip silikon akan menjadi dua kali lipat setiap 18 bulan (kurang lebih 2 tahun). Ramalan tersebut, yang dikenal sebagai Hukum Moore, telah menjadi titik acuan perkembangan industri semikonduktor. Sampai saat ini, ukuran transistor telah mencapai ukuran di bawah 10 nanometer. Diramalkan bahwa pada sekitar tahun 2020an , transistor akan mencapai ukuran 5-7 nanometer. Pada tahap ini, para ahli cukup yakin bahwa transistor tidak dapat menjadi lebih kecil lagi. Ada beberapa sebab, dan salah satu alasannya adalah dalam skala ini, efek dari prinsip-prinsip kuantum berdampak terhadap kinerja transistor. Hukum-hukum fisika klasik tidak dapat digunakan lagi. Untuk mendapat peningkatan kinerja komputer yang mirip dengan kemajuan yang dinikmati manusia dalam setengah abad belakangan ini, diperlukan perubahan paradigma komputasi ke paradigma komputasi kuantum.

Selain itu, komputer klasik juga menghabiskan banyak energi. Komputer paling intensif energi saat ini, Tianhe-2, menghabiskan energi sekitar 18 Megawatt - jumlah energi ini merupakan setengah jumlah rata-rata keluaran pembangkit listrik tenaga air di Amerika Serikat (36 Megawatt). Diperkirakan pada tahun 2040 produksi listrik dunia tidak akan lagi cukup untuk memenuhi permintaan listrik komputer. Komputer kuantum dinilai mampu membantu menyelesaikan permasalahan ini, karena efisiensinya yang luar biasa dan operasinya tidak banyak menghasilkan panas.

Potensi yang luar biasa dari komputasi kuantum menjadikan pembahasan bagaimana komputasi kuantum dapat diaplikasikan dalam pembelajaran mesin cukup menarik. Gebrakan pertama muncul saat Peter Shor, di tahun 1994, mempublikasikan sebuah algoritma kuantum yang digunakan untuk melakukan faktorisasi bilangan bulat. Shor menunjukkan bahwa sebuah permasalahan komputasi klasik dapat diselesaikan oleh algoritma kuantum padanannya dengan lebih cepat, dalam waktu polinomial. Dengan demikian , muncul semacam dugaan bahwa terdapat semacam keluarga permasalahan komputasi yang dapat diselesaikan lebih cepat eksponensial dengan algoritma kuantum.

Beberapa ilmuwan telah mengajukan beberapa algoritma kuantum yang erat kaitannya dengan pembelajaran mesin. Salah satu keunggulan komputer kuantum dibandingkan komputer klasik adalah bahwa komputasi kuantum bekerja dengan sangat baik dalam permasalahan yang berkaitan dengan produk tensor dan manipulasi vektor berdimensi tinggi, dan salah satu inti dari pembelajaran mesin adalah mengenai manipulasi data berskala besar. Algoritma kuantum untuk pembelajaran mesin supervised dan unsupervised ditunjukkan memiliki kompleksitas waktu logaritmik (lebih cepat secara eksponensial dibandingkan algoritma klasik), dan perbedaannya akan sangat terlihat untuk jumlah data yang besar. Oleh karenanya, akan menjadi alamiah bilamana rutinitas pembelajaran mesin berbasis vektor dilakukan oleh sebuah komputer kuantum.

Contoh di atas merupakan salah satu algoritma kuantum yang ditemukan dan diharapkan dapat bekerja lebih cepat daripada algoritma klasik sepadannya. Masih ada beberapa algoritma kuantum yang berpotensi mempercepat pembelajaran mesin ,semisal algoritma kuantum untuk penyelesaian persamaan lanjar, penemuan eigenvalue dan eigenvector untuk matriks berskala besar.

Di sisi lain, pembelajaran mesin juga dapat membantu perwujudan komputer kuantum yang praktis, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat sebuah hubungan timbal balik antara keduanya. Beberapa penggunaan pembelajaran mesin yang diajukan antara lain penggunaan reinforced learning dalam penentuan strategi terbaik untuk error-correcting dan penggunaan neural network untuk membantu menyelesaikan many-body problem fungsi gelombang (many-body problem berkaitan dengan keterikatan / entanglement antar qubit).

Melihat potensi tersebut, tentunya wajar bila mengharapkan bahwa dalam 1-3 dekade ke depan akan muncul intelegensi buatan yang berjalan di atas sebuah komputer kuantum. Sejauh ini, telah terdapat beberapa upaya penggabungan antara pembelajaran mesin dan komputasi kuantum, bahkan boleh dibilang bidang ini merupakan salah satu bidang riset yang cukup diminati. Salah satu upaya yang cukup menarik perhatian adalah pemodelan perceptron dalam komputer kuantum yang telah diujikan di komputer kuantum "Tenerife" milik IBM. Uni Eropa juga telah mendanai penelitian gabungan bernilai kurang lebih 2,8 juta euro untuk pengembangan mesin kecerdasan buatan dengan fungsionalitas kuantum yang diilhami oleh cara kerja otak manusia (neuromorphic). Namun , sejauh ini, belum ada pihak yang mampu menjawab dengan pasti spekulasi kapan pembelajaran mesin kuantum bisa benar-benar terwujud, termasuk para pemain besar di bidang ini.

Tentu saja, ada beberapa pihak mengemukakan skeptisme mereka terhadap “optimisme” yang dibawakan mengenai perpaduan komputasi kuantum dan intelegensi buatan.

Hambatan pertama adalah bahwa ada kondisi kuantum (quantum state) sangat rentan terhadap sekitarnya (dalam artian mudah mengalami dekoherensi), sehingga diperlukan lingkungan yang terkondisikan untuk menjalankannya. Saat ini, komputer kuantum hanya ada di beberapa fasilitas penelitian di dunia, dan ada kemungkinan bahwa komputer kuantum tidak akan bisa dipakai secara luas ( semisal komputer klasik yang lazim digunakan pada saat ini). Selain itu , argumen lain yang diajukan adalah bahwa tingkat noise pada sebuah komputer kuantum tidak akan bisa direndahkan sampai pada batas tertentu yang memungkinkan untuk dilakukan koreksi kesalahan, sehingga komputer kuantum tidak akan dapat dibuat.

Walaupun kemudian telah berhasil dibuat sebuah komputer kuantum, percepatan perhitungan yang dapat dicapai oleh komputasi kuantum, walaupun monumental, belum tentu akan membawa perubahan yang terlalu revolusioner bila prinsip-prinsip kuantum tidak digunakan. Percepatan eksponensial yang diharapkan dari komputasi kuantum tidak akan dicapai bilamana fundamentalnya tidak memanfaatkan algoritma kuantum; penggunaan model-model pembelajaran mesin klasik yang diterapkan pada komputer kuantum mungkin akan meningkatkan kecepatan, namun bukanlah hal yang revolusioner.

Bagaimanapun juga, adanya perkembangan di dua bidang tersebut (komputasi kuantum dan kecerdasan buatan) tentunya menarik untuk terus diikuti, apalagi mengingat bahwa keduanya merupakan sistem yang dapat melakukan umpan-balik, sehingga keberadaannya dapat mengubah dunia yang kita diami secara radikal; baik secara praktis maupun secara teoritis.